Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk

img-225184752

Desain sampul oleh Rully Susanto, PT Gramedia Pustaka Utama (2009)

 Nagabumi, sebuah cerita tempat orang-orang awam menghayati dunia persilatan sebagai dunia dongeng, tentang para pendekar yang telah menjadi terasing dari kehidupan sehari-hari, karena tujuan hidupnya untuk menggapai wibawa naga.

Menceritakan seorang pendekar tua tanpa tanding yang sudah berumur 100 tahun dan pernah membantai seratus lawan dalam semalam. Melalui penuturan berbagai peristiwa di masa lalu sang pendekar kita bisa mengikuti berbagai konflik perebutan kekuasaan di berbagai wilayah Nusantara, digambarkan juga bagaimana perebutan kekuasaaan ini sering dibungkus dengan nama agama padahal dalam kehidupan sehari-hari rakyat jelata, perbedaan agama bukanlah suatu masalah.

Cuplikan sejarahnya terasa menyegarkan baik yang bersifat ringan sampai berat. Ada satu sub bab dengan judul Mengolah Rontal menjadi Lontar yang dengan apik menceritakan sejarah lontar yang digunakan sebagai media menulis sebelum kertas dikenal di nusantara. Disebutkan kata lontar merupakan kesalahan ucap dari ron tal yang berarti helai daun pohon tal, pohon tal adalah sejenis pohon palem yang disebut juga dengan nama pohon siwalan. Sementara pada sub bab lain dengan judul Dua Agama Seribu Aliran digambarkan bagaimana dua agama besar saat itu Hindu dan Budha dengan berbagai alirannya terkait dengan politik kekuasaan.

Buku setebal 815 halaman ini ditulis salahsatunya dengan mendasarkan pada berbagai penelitian ilmiah, hal ini bisa terlihat dari panjangnya catatan kaki dan daftar pustaka di halaman belakang, berisi berbagai buku atau hasil penelitian yang digunakan sebagai referensi. Serasa membaca buku dengan genre sejarah akibat adanya catatan kaki, di satu sisi mengasikkan tetapi di sisi lain membuat fokus bacaan mudah terganggu. Jadi saya hanya menggunakan catatan kaki untuk hal-hal yang memang membuat penasaran, catatan kaki lain bisa dibaca ketika sudah menyelesaikan membaca isi. Pada bagian depan dan belakang buku juga disertakan peta. Di bagian depan peta lokasi gunung-gunung dan candi-candi yang terkait dengan perjalanan hidup si pendekar tanpa nama, lokasinya adalah wilayah Jawa Tengah saat ini. Sementara pada bagian belakang adalah peta pengembaraan si pendekar tanpa nama.

Karya Seno Gumira Ajidarma ini pernah dimuat dalam bentuk cerita bersambung di Harian Umum Suara Merdeka, Semarang dari 7 Januari 2007 sampai 11 Maret 2008. Yang sedikit mengganggu terkadang ditemui kalimat-kalimat atau bagian cerita yang diulang-ulang pada bab-bab berbeda. Bisa jadi ini terkait bentuk awalnya yang berupa cerita bersambung di koran sehingga Seno merasa perlu mengingatkan pembaca setianya atau sekedar memberikan latar belakang bagi pembaca baru tetapi ketika dibaca dalam bentuk buku jadi terasa janggal.

Bagi yang penasaran beberapa bagian buku ini bisa dibaca melalui Google Books, cukup untuk menjadi pertimbangan  sebelum memutuskan membeli buku ini. Pada situs Gramedia saat tulisan ini diterbitkan tercantum harga Rp127.500 untuk pembelian daring (online) dan Rp150.000 bila dibeli langsung di Toko Buku Gramedia.

0 Respons

Beri Respons