Kangen Indonesia

kangen-indonesia-depan

Ilustrasi sampul oleh Cindy (Penerbit Buku Kompas, Oktober 2012)

Hisanori Kato seorang Jepang kelahiran Kamakura menceritakan pandangannya mengenai pola pikir dan tingkah laku orang Indonesia berdasarkan pengalaman pribadinya tinggal dan berinteraksi di Indonesia. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di bumi Indonesia yaitu di Bandara Soekarno-Hatta menurutnya ia merasa asing karena kondisi yang sama sekali berbeda dengan bandara di Jepang maupun Amerika yang pernah ia ketahui. Tetapi setelah bertahun-tahun suasana Bandara Soekarno-Hatta dengan segala hiruk pikuk dan dekorasinya malah membangkitkan suasana tenang yang khas bagi dirinya.

Kato memilih jalan hidup seadanya, ia seorang penganut agama Budha yang setia tetapi tertarik meneliti mengenai Islam selama lima tahun saat menyelesaikan program doktoral di Universitas Sydney. Baginya Indonesia adalah tema yang tiada habisnya selalu menemukan ketidaktahuan dan ketidaktahuan lagi yang ia temui sehingga Indonesia begitu menarik bagi dirinya. Padahal ketika menjalani hidup di Jakarta tahun 1991-1994 sebagai pengajar di Jakarta International School kehidupan Jakarta menyiksa batinnya karena sangat berbeda dengan kehidupan dirinya sewaktu di Jepang dan Amerika.  Kato tak ingat berapa kali ia kecopetan di bus bahkan ia menulis pernah juga mengalami ditodong dengan pisau dimana uang dan jam tangannya diambil si penodong. Hal-hal buruk tersebut membuat pikiran untuk meninggalkan saja Indonesia sering terlintas.

Suatu ketika karena melihat seorang pengamen bernyanyi, meminta uang kepada penumpang dan turun tanpa membayar membuatnya berpikir inilah cara untuk membalas dendam kepada Indonesia, jadilah Kato mengamen bersama temannya orang Jepang juga di atas bus kota jurusan Blok M-Kota yang menurutnya terjadi pada bulan April tahun 1994. Menurutnya ketika ia mengamen berhasil mendapatkan sambutan meriah dari penumpang dan hampir semua memberikan uang bisa jadi para penumpang terperangah ada orang asing yang berani mengamen di atas bus kota. Menurut Kato momen mengamen inilah yang mengubah pandangannya sama sekali terhadap Indonesia dan orang Indonesia.

Buku setebal 144 halaman ini berkisah mengenai pengalaman-pengalaman Kato selama berinteraksi dengan Indonesia dan orang Indonesia, menarik dibaca karena sudut pandangnya yang unik tentang Indonesia dan orangnya baik pandangan yang bersifat negatif maupun positif. Menurut Kato karena semua hal yang ia tulis ada semua dalam memori ingatannya, ia hanya membutuhkan waktu satu bulan untuk menulis buku ini. Menarik sekali ia memperhatikan banyak hal kecil yang sering dianggap biasa sekali bagi orang Indonesia. Seperti menurut pengamatannya terdapat beberapa “kata sakti” di Indonesia, “macet” adalah salahsatunya.

Ada satu tulisan yang berjudul Gus Dur Teman Saya, hal ini karena Gus Dur memberikan kesan begitu mendalam bagi dirinya. Kato mencatat ia pertama kali bertemu Gus Dur pada tahun 1996 sehubungan penelitiannya mengenai Islam. Saat Gus Dur sakit beberapa tahun kemudian ia pun menyempatkan diri datang ke rumah Gus Dur di Ciganjur. Menurutnya Gus Dur adalah tokoh yang hebat dan orang Indonesia haruslah bangga memiliki tokoh sekaliber Gus Dur, ia menulis ucapan Gus Dur yang merupakan jawaban dari satu pertanyaannya yaitu

Seburuk-buruknya seseorang, pasti ada sisi baiknya. Jadi, saya berusaha untuk menemukan sisi baik itu.

Ia tak lupa memuji secara khusus tentang makanan-makanan Indonesia dari berbagai daerah yang ia sebut sebagai harta karun yang lezat, bahkan cara makan orang Indonesia yang menggunakan tangan menurut Kato membantu kita merasakan serta memahami hubungan alami antara manusia dan alam.

Kato tidak berusaha memuji Indonesia secara membabi buta di buku ini, tidak juga berusaha menerangkan bagaimana cara hidup di Indonesia. Dengan rendah hati Kato menjelaskan pada sebuah wawancara ia hanya mencoba menjelaskan pengetahuannya mengenai segi positif maupun negatif dari masyarakat Indonesia. Hitam bukan putih juga bukan itulah Indonesia menurut seorang Hisanori Kato.

Pralana luar:
thejakartaglobe.com – Japanese Author Learns to Love Indonesia One Memory at a Time

0 Respons

Beri Respons